Kemuhammadiyahan
Kemuhammadiyahan
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta,
pada tanggal 08 Dzulhijjah 1330 bertepatan dengan tanggal 18
Nopember 1912Miladiyah oleh seorang yang bernama
Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan nama
KH.A.Dahlan.
Pada tahun itu, Ahmad Dahlan mendirikan organisasi
Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan
Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan
suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut
tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia
untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur’an dan al-Hadits.
Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 Nopember
1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa
Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial
dan bergerak di bidang pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KH. Ahmad Dahlan: Tokoh Pembaru Islam Indonesia dan
Pendiri Muhammadiyah
Lahir dengan nama Muhammad Darwis pada tahun 1868 M bertepatan dengan
1285 H, di Kauman, Yogyakarta. Ayahnya bernama KH. Abu Bakar bin KH.
Muhammad Sulaiman seorang ulama dan khatib terkenal di Masjid Besar
Kesultanan Yogyakarta saat itu yang jika diteruskan, maka garis keturunan KH.
Ahmad Dahlan akan sampai ke Maulana Malik Ibrahim seorang wali besar dan salah
satu wali yang berpengaruh di antara wali songo. Sedangkan ibunya Nyai Abu Bakar
adalah putri KH. Ibrahim bin KH. Hasan, pejabat Kapengulon Kesultanan di
Yogyakarta. Nama kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia
merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhanya
saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk
keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan
seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama
dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan,
1991).
page 1 / 10
Kaisar Tampan | Kemuhammadiyahan
Copyright r35tu r35tu@webmail.umm.ac.id
http://r35tu.student.umm.ac.id/kemuhammadiyahan/
Adapun silsilahnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin
KH. Muhammad Sulaiman bin Kyai Murtadla bin Kyai Ilyas bin Demang Djurung
Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng
Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlullah (Prapen) bin Maulana ‘Ainul
Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam, 1968: 6).
Pendidikan agama pertama kali ia terima langsung dari orangtuanya. Saat itu
kebiasaan anak-anak kiai Kauman adalah belajar ilmu Fiqh, Al-qur’an, tata bahasa
Arab, seperti nahwu dan sharaf, hadis dan ilmu-ilmu lainnya, mereka pun belajar
pencak silat. Karena saat itu kondisi masyarakat sekitar jika belajar di sekolah milik
penjajah maka akan dicap sebagai kafir. Maka pusat kegiatan mereka dalam
menimba ilmu adalah masjid atau surau.
Pada umur 15 tahun, beliau pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada
periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran
pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan
Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, beliau berganti
nama menjadi Ahmad Dahlan dan iapun diangkat menjadi khatib amin di
lingkungan Kesultanan Yogyakarta. Pada tahun 1902-1904, ia menunaikan ibadah
haji untuk kedua kalinya yang dilanjutkan dengan memperdalam ilmu agama
kepada beberapa guru di Makkah.
Pada umur 15 tahun, beliau pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada
periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran
pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan
Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, beliau berganti
nama menjadi Ahmad Dahlan.
Pada tahun 1903, beliau bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua
tahun. Pada masa ini, beliau sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga
guru dari pendiri NU, K.H. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan
Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.
Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak
Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang
Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Siti Walidah binti Haji Fadhil seorang
page 2 / 10
Kaisar Tampan | Kemuhammadiyahan
Copyright r35tu r35tu@webmail.umm.ac.id
http://r35tu.student.umm.ac.id/kemuhammadiyahan/
pahlawan nasional dan pendiri Aisyiyah yang kelak akan lebih dikenal dengan
sebutan Nyai Ahmad Dahlan yang masih saudara dari garis ibunya. Dari
perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang
anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, dan Siti
Zaharah. Di samping itu, KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah,
janda H. Abdullah. Ia juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak.
KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai
Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah
pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9).
Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H.
Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH.
Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah
(adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula
menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9).
Disamping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah
Muhammadiyah, ia juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi yang mempunyai
tanggung jawab pada keluarganya. Disamping itu, ia juga dikenal sebagai seorang
wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu
merupakan profesi entrepreneurship yang cukup menggejala di masyarakat.
Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai
gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di
tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat
di organisasi Jam’iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam dan Comite Pembela
Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk
melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin
mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut
tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali
hidup menurut tuntunan al-Qur’an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan
pada tanggal 18 Nopember 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa
Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di
bidang pendidikan.
page 3 / 10
Kaisar Tampan | Kemuhammadiyahan
Copyright r35tu r35tu@webmail.umm.ac.id
http://r35tu.student.umm.ac.id/kemuhammadiyahan/
Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan
resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai
fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. la dituduh hendak
mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kyai
palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam
tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun
rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk
melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa
mengatasi semua rintangan tersebut.
Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada
Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu
baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81
tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan
organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia
Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya
kegiatannya dibatasi.
Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan,
Wonosari dan Imogiri dan lain-Iain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal
ini jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk
mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar
cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul
Islam di Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al-Munir, di Garut dengan nama
Ahmadiyah. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah
(SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah.
Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama’ah dan
perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam.
Perkumpulan-perkumpulan dan Jama’ah-jama’ah ini mendapat bimbingan dari
Muhammadiyah, yang diantaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya
Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub,
Thaharatul-Aba, Ta’awanu alal birri, Ta’ruf bima kanu wal- Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul
Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan Safwan, 1991: 33).
Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan
mengadakan tabligh ke berbagai kota, disamping juga melalui relasi-relasi dagang
yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari
page 4 / 10
Kaisar Tampan | Kemuhammadiyahan
Copyright r35tu r35tu@webmail.umm.ac.id
http://r35tu.student.umm.ac.id/kemuhammadiyahan/
masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain
berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah.
Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh
karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada
pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di
seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada
tanggal 2 September 1921.
Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah
Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk
proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama
hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan
dua belas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai
istilah AIgemeene Vergadering (persidangan umum).
Sepulang dari Mekah ia menikah dengan Siti Walidah binti Haji Fadhil seorang
pahlawan nasional dan pendiri Aisyiyah yang kelak akan lebih dikenal dengan
sebutan Nyai Ahmad Dahlan yang masih saudara dari garis ibunya. Dari
perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang
anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, dan Siti
Zaharah. Di samping itu, KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah,
janda H. Abdullah. Ia juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak.
KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai
Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah
pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9).
Ahmad Dahlan adalah seorang yang memiliki pengetahuan yang luas. Meskipun
usianya baru dua puluh tahun, ia mulai merintis jalan pembaruan di kalangan umat
Islam. Misalnya, membetulkan arah kiblat shalat pada masjid yang dipandang tidak
tepat arahnya yang sesuai dengan perhitungan menurut ilmu falakiyah yang
dikuasainya. Usaha ini sempat menimbulkan insiden yang membuat diri dan istrinya
hampir saja meninggalkan Kauman Yogyakarta selamanya. Kemudian memberikan
pelajaran agama di sekolah negeri yang saat itu tidak pernah dilakukan oleh kyai
lainnya.
Ahmad Dahlan juga sangat memperhatikan kaum dhuafa, anak yatim, dan fakir
miskin agar selalu diperhatikan dan diayomi. Hal ini selalu ia ingatkan kepada
murid-muridnya agar selalu memperhatikan dan menolong kaum dhuafa tersebut.
page 5 / 10
Kaisar Tampan | Kemuhammadiyahan
Copyright r35tu r35tu@webmail.umm.ac.id
http://r35tu.student.umm.ac.id/kemuhammadiyahan/
Pernah suatu ketika beliau memberikan pelajaran kepada murid-muridnya tentang
surat Al-Ma’un. Namun, surat Al-Ma’un ini selalu beliau ulang-ulang dalam setiap
pertemuan pengajian sehingga menimbulkan protes dari murid-muridnya. Setelah
dijelaskan lalu setelah pengajian selesai dan murid-muridnya masing-masing
membawa anak yatim dan disantuni secukupnya.
Sebagai seorang yang sangat hati-hati dalam kehidupan sehari-harinya, ada sebuah
nasehat yang ditulisnya dalam bahasa Arab untuk dirinya sendiri, yaitu :
“Wahai Dahlan, sungguh di depanmu ada bahaya besar dan peristiwa-peristiwa
yang akan mengejutkan engkau, yang pasti harus engkau lewati. Mungkin engkau
mampu melewatinya dengan selamat, tetapi mungkin juga engkau akan binasa
karenanya. Wahai Dahlan, coba engkau bayangkan seolah-olah engkau berada
seorang diri bersama Allah, sedangkan engkau menghadapi kematian, pengadilan,
hisab, surga, dan neraka. Dan dari sekalian yang engkau hadapi itu, renungkanlah
yang terdekat kepadamu, dan tinggalkanlah lainnya (diterjemahkan oleh Djarnawi
Hadikusumo).
Dari pesan itu tersirat sebuah semangat yang besar tentang kehidupan akhirat. Dan
untuk mencapai kehidupan akhirat yang baik, maka Dahlan berpikir bahwa setiap
orang harus mencari bekal untuk kehidupan akhirat itu dengan memperbanyak
ibadah, amal saleh, menyiarkan dan membela agama Allah, serta memimpin
ummat ke jalan yang benar dan membimbing mereka pada amal dan perjuangan
menegakkan kalimah Allah. Dengan demikian, untuk mencari bekal mencapai
kehidupan akhirat yang baik harus mempunyai kesadaran kolektif, artinya bahwa
upaya-upaya tersebut harus diserukan (dakwah) kepada seluruh ummat manusia
melalui upaya-upaya yang sistematis dan kolektif.
Sikap dan perilaku kiai Ahmad Dahlan yang berhaluan modernis mulai dikenal
secara luas sebagai orang muda yang rasional dan kritis terhadap agama.
Kehadirannya telah menarik perhatian sejumlah kalangan kiai di sekitarnya dan
kalangan priyayi yang terlibat pergerakan dan pendidikan. Kiai Ahmad Dahlan
muda yang selalu haus akan ilmu pengetahuan agama tersalurkan keinginannya
dengan cara berguru ngaji kepada sejumlah kiai. Di antaranya kepada Kiai
Mohammad Nur, kakak iparnya sendiri, KH. Said, Kiai Mukhsin, Kiai Abdul Hamid di
Lempuyangan, R. Ng. Sosrosugondo (ayahanda dari Ir. Suratin tokoh sepakbola),
dan R. Wedana Dwijosewoyo. Untuk ilmu hadis ia belajar kepada Kiai Makhfudh dan
Syaikh Khaiyat. Untuk ilmu falak ia berguru kepada KH. Dahlan dari Semarang putra
page 6 / 10
Kaisar Tampan | Kemuhammadiyahan
Copyright r35tu r35tu@webmail.umm.ac.id
http://r35tu.student.umm.ac.id/kemuhammadiyahan/
dari Kiai Termas yang juga menantu Kiai Sholeh Darat dari Semarang, juga
memperoleh bimbingan dari Syaikh Mohammad Jamil Jambek dari Bukittinggi.
Kiai Ahmad Dahlan selain menjabat sebagai khatib Amin di Kapengulon, dipercaya
pula untuk mengajarkan dasar-dasar agama Islam di sekolah-sekolah negeri,
seperti di sekolah guru atau Kweekschool sering disebut Sekolah Raja di Jetis
Yogyakarta; Sekolah Pamong Praja atau Osvia (Opleidingschool Voor Inlandsch
Ambtenaren) di Magelang.
Pengalaman terlibat dalam dunia sekolah dan cita-citanya yang ingin memperbarui
umat Islam lewat perubahan pemikiran, sikap dan perilaku memutuskan bahwa ia
harus segera mendirikan sekolah agama, tetapi juga memberikan waktu bagi mata
pelajaran ilmu pengetahuan.
Seperti kiai-kiai pada masa tersebut, sebelum Kiai Ahmad Dahlan
mengimplementasikan pemikirannya untuk mendirikan sekolah tersebut, ia
melaksanakan shalat istikharah berulang-ulang kali dan menyampaikan
gagasannya ini kepada rekan-rekannya yang aktif dalam pendidikan dan
pergerakan Budi Utomo. Setelah itu, ia bertambah yakin untuk mendirikan sekolah.
Maka ia mendirikan sekolah yang diberi nama “Sekolah Muhammadiyah” yang
kemudian dikenal dengan Madrasah Mu’allimin (Kweekschool Muhammadiyah) dan
Madrasah Mu’allimat (Kweekschool Istri Muhammadiyah) yang tidak hanya
mengajarkan ilmu agama, tetapi juga mengajarkan ilmu pengetahuan umu dan
huruf latin sesuai dengan keinginan semula.
Selanjutnya guna menyebarluaskan pemikirannya tentang pembaruan Islam di
Indonesia ini dan mewujudkan perintah Allah yang selalu ditelaahnya dan
disampaikan kepada muridnya. Sepeti Surat Ali Imran [3] ayat 104 yang berbunyi:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar;
mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Maka Pada tahun 1912 atau tepatnya pada tanggal 18 Nopember 1912, Ahmad
Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita
pembaharuan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu
pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la
page 7 / 10
Kaisar Tampan | Kemuhammadiyahan
Copyright r35tu r35tu@webmail.umm.ac.id
http://r35tu.student.umm.ac.id/kemuhammadiyahan/
ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan
al-Qur’an dan al-Hadits. Sejak awal Kiai Ahmad Dahlan menetapkan bahwa
Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di
bidang pendidikan.
Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini ternyata selain
mendapatkan dukungan dan simpati, juga mendapatkan resistensi, baik dari
keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan
hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. la dituduh hendak mendirikan agama baru
yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kyai palsu, karena sudah
meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan
ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut
dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan
perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan
tersebut.
Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada
Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu
baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81
tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan
organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia
Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya
kegiatannya dibatasi. Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain
seperti Srandakan, Wonosari dan Imogiri dan lain-Iain tempat telah berdiri cabang
Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia
Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan
menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain.
Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al-Munir.
Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang
mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta
sendiri ia menganjurkan adanya jama’ah dan perkumpulan untuk mengadakan
pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan
Jama’ah-jama’ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang diantaranya
ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul
Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta’awanu alal
birri, Ta’ruf bima kanu wal- Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi
(Kutojo dan Safwan, 1991: 33).
Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan
mengadakan tabligh ke berbagai kota, disamping juga melalui relasi-relasi dagang
page 8 / 10
Kaisar Tampan | Kemuhammadiyahan
Copyright r35tu r35tu@webmail.umm.ac.id
http://r35tu.student.umm.ac.id/kemuhammadiyahan/
yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari
masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain
berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah.
Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh
karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada
pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di
seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada
tanggal 2 September 1921.
Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah
Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk
proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama
hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan
dua belas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai
istilah AIgemeene Vergadering (persidangan umum).
Sampai akhir hayatnya (wafat tahun 1923) KH. Ahmad Dahlan menjadi ketua Pusat
Muhammadiyah. Dengan bendera Muhammadiyah yang dikibarkannya sejak 1912
telah melakukan banyak pekerjaan besar bagi kemajuan bangsa dan masa depan
umat Islam. Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran
bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik
Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan
Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut :
- KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk
menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan
berbuat.
- Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak
memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang
menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan ummat,
dengan dasar iman dan Islam.
- Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial
dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa,
dengan jiwa ajaran Islam.
- Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah
mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan.
(zarkasih)
BAB III
page 9 / 10
Kaisar Tampan | Kemuhammadiyahan
Copyright r35tu r35tu@webmail.umm.ac.id
http://r35tu.student.umm.ac.id/kemuhammadiyahan/
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
Muhammad Darwis dididik dalam lingkungan pesantren sejak kecil yang
mengajarinya pengetahuan agama dan bahasa Arab. Ia menunaikan ibadah haji
ketika berusia 15 tahun (tahun 1883), lalu dilanjutkan dengan menuntut ilmu
agama dan bahasa Arab di Makkah selama lima tahun. Disinilah ia berinteraksi
dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam dunia islam, seperti Muhammad
Abduh, Al Afghani, Rasyid Ridha, dan Ibn Taimiyah. Buah pemikirannya penuh
disemangati oleh aliran pembaharuan ini kelak kemudian hari menampilkan corak
keagamaan yang sama, yaitu melalui Muhammadiyah, yang bertujuan untuk
memperbaharui pemahaman keagamaan (keislaman) di sebagian besar dunia Islam
saat itu yang masih bersifat ortodoks (Kolot). Ortodoks ini dipandang menimbulkan
kebekuan ajaran islam, serta stagnasi dan dekadensi (keterbelakangan) moral
ummat islam. Oleh karena itu, pemahaman keagamaan yang statis ini harus
dirubah dan diperbaharui dengan gerakan purifikasi atau pemurnian ajaran Islam
dengan kepada Al Qur’an dan Al Hadits.
Backlink here.. Description: Kemuhammadiyahan Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: Kemuhammadiyahan
Shares News
-
18.19
Tags:
Kemuhammadiyahan,
Pelajaran kemuhammadiyahan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Share your views...
0 Respones to "Kemuhammadiyahan"
Posting Komentar