Fortuner SUV Terbaik Indonesia




Fortuner SUV Terbaik Indonesia
Best Fortuner SUV Fortuner in Indonesia is individualividual of the vehicles issued by PT Toyota Astra Motor. Why did you pickhe Toyota Fortuner SUV? And What are the advantages of having this Toyota sport valueehicle? According to the audience or customers from Toyota with the purpose of the purpose of Toyota is able to be used in rough terrain and comfortable while driving the Toyota Fortuner has an gainee the Toyota Fortuner was launched deer previouslyusly. Toyota Kijang used no more thanore than in relatively mild terrain and is not used on the battlefields of yangberat like climbing a mountain or through the swamp-land rawadan cloudyy and stdowel it in 2007 Toyota razor sharpr sharp to liftthedowelr used in rugged terrain or car manidoweld Sport (Sport Utility Vehicle) and the masaitulah toyotamemperkenalkan up-to-the-minuteto-the-minute variants to the shared. What regardingding the Sports Car Specs?

The SUV Fortuner Car Specifications Best clockk is as follows:

Machine
            Grand New Fortuner 2.5 G VN Turbo M / T TRD
VN Turbo Grand New Fortuner 2.5 G A / T
Grand New Fortuner 2.5 G M VN Turbo


Series Machine / Machine Serial 2 KD-FTV VN Turbo Intercooler 2KD-FTV VN Turbo Intercooler 2KD-FTV VN Turbo Intercooler
Engine Type / Engine Type IL 4Cyl, 16 Valve DOHC, D-4D, VN Turbo Intercooler IL 16 valve, DOHC, D4D, VN Turbo Intercooler IL 16 valve, DOHC, D4D, VN Turbo Intercooler
Fill Cylinders / Displacement (cc) 2494 2494 2494
Bore x Stroke / Bore x Stroke (mm) 92 x 93.8 92.0 x 93.8 92.0 x 93.8
Maximum Power / Maximum Output (Ps / rpm) 144 / 3.400 144 / 3.400 144 / 3.400
Maximum Torque / Maximum Torque (kgm / rpmeasurement lengthwise/ 1.600 to 2.800 35 / 1.600 to 2.800 35 / 1.600 to 2.800
Fuel Importation System / Fuel System
Common Rail Type

Specifications taken from http://www.Toyota.Astra.Co.Id/product/?Page=product&model=Fortuner higher thanr than. Some Grand New Fortuner car specifications higher thanr than exhibitbit the same engine type amonghe three variants of the car Fortuner why using Turbo Intercooler? To get paidpaid exercisercise of machineryas intercooler turbo Toyota Fortuner car engine to upsurgepower not includingluding having to upsurgethe cylinder so with the purpose of the purpose of the exercisercise of bakarpun CCnya be economical.

Toyota Grand New Fortuner tested

New 2012 Toyota has been taking 63 thousand miles and tested its feasibility with a distance through various countries Jakarta - Rome "Euro Asia" or called expedition to various countries openingfrom jakarta to Euro asia or roma italia. Dressed inessed in the ostentatioustatious up-to-the-minuteto-the-minute expedition Toyota Fortuner has been in ujicobakan with mileage in uniqueuntries and in attendancetendance are vetoto constraints ruined technologygy or other obstacles with the purpose of the purpose of ostentatioustatious up-to-the-minuteto-the-minute toyota fortuner is already feasible to be marketed in Indonesia. Such as pardon?On? We axiomom on youtube uploaded videos underneathneath:




How are you've seen how the doings of Grand New Toyota Fortuner is? If you really like to look intok into obviouslyly, and as connection is lingeringering or lingeringering in as tapeyoutube and you can look intok into a picture performanceance Test New Grand Fortuner Toyota in peripateticic in various countries from jakarta to roma italy as underneathneath:

Fortuner Euroasia
What regardingding the image higher thanr than if you already believe with the purpose of the purpose of the up-to-the-minuteto-the-minute ostentatioustatious fortuner been tested up to Euroasia? Apabiala you already believe the trial previouslyusly, you can the momentpickboutt kind of variant resale by PT Toyota Astra Motor. What regardingding the kind of variant?

Kinds of Type Toyota Grand New Fortuner

With a variety of styles of Toyota Fortuner and allesign in attendancetendance are 4 types of most recentecent models of Toyota Fortuner 2012

1. Grand New Fortuner 2.5 G VN Turbo M / T

VN Turbo 2.Grand New Fortuner 2.5 G A / T

3.Grand New Fortuner 2.5 G VN Turbo M / T TRD

VN Turbo 4.Grand New Fortuner 2.5 G A / T TRD


Grand New Fortuner
Of 4 types of models are 3 types of models of the same type of organizationation meliliki using IL 16 valve, DOHC, D4D, VN Turbo Intercooler and andmemepunyai cylinder of the same. And the picture higher thanr than is the up-to-the-minuteto-the-minute 2012 toyota cars the Toyota Grand New Fortuner and pardon?On? Kind fortuner estimateate only at the same time as the same time as in favor offavor of the estimateate as underneathneath:

Price Toyota Grand New Fortuner

FORTUNER G A / T GASOLINE NEW LUX 447,850,000
FORTUNER G A / T GASOLINE NEW LUX TRD 473,300,000
FORTUNER V A / T GASOLINE NEW 499,700,000
FORTUNER G M / T DIESEL NEW 384,750,000
FORTUNER G M / T TRD DIESEL NEW 409,650,000
FORTUNER G A / T DIESEL NEW 395 000 000
FORTUNER G A / T TRD DIESEL NEW 419,900,000

Price dariFortuner bedasesuai somee uniqueth the type and if you like the car fortuner is please to visit the bureaucratat website of toyota is in http://www.Toyota.Co.Id. With little in turncomprehendprehend regardingding Best SUV Fortuner can be practicalcal to you and silakanshare digoogle well as profi plus google plus me
Description: Fortuner SUV Terbaik Indonesia Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: Fortuner SUV Terbaik Indonesia


Shares News - 21.46
Read More Add your Comment 0 komentar


Masa Taaruf Mahasiswa Baru Fakultas Pertanian UMY Tahun 2012



Description: Masa Taaruf Mahasiswa Baru Fakultas Pertanian UMY Tahun 2012 Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: Masa Taaruf Mahasiswa Baru Fakultas Pertanian UMY Tahun 2012


Shares News - 00.13
Read More Add your Comment 0 komentar




Masa Taaruf Mahasiswa Baru Fakultas Pertanian UMY Tahun 2012

3-4 September 2012

 

 

Program Bridging Mahasiswa Baru Fakultas Pertanian UMY Tahun 2012

7 September 2012

 

 

Outbound Mahasiswa Baru Fakultas Pertanian UMY Tahun 2012

8 September 2012

 

 

 Description: Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed:


Shares News - 23.42
Read More Add your Comment 0 komentar


Sejarah UMY



SEJARAH


Selintas Perjalanan UMY Sebagai sebuah gerakan sosial keagamaan, Muhammadiyah tak pelak lagi merupakan fenomena moderen yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada tahun 1912. Ciri moderen tersebut tampak dalam tiga hal pokok, yaitu bentuk gerakannya yang terorganisasi, aktivitas pendidikan yang mengacu pada model sekolah moderen untuk ukuran zamannya, dan pendekatan teknologis yang digunakan dalam mengembangkan aktivitas organisasi, terutama amal usahanya. Secara sederhana, dapat dijelaskan bahwa pendekatan teknologis yang digunakan bertumpu pada kecermatan membaca realitas sosial serta ketepatan memperhitungkan tantangan saat itu dan di masa depan. Dengan pendekatan teknologis itu pula, Muhammadiyah sejak awal kehadirannya sebagai gerakan Islam, dakwah, dan tajdid, memberikan perhatian paling utama kepada pengembangan sumberdaya manusia. Perhatian utama pada pengembangan sumber daya manusia itu jugalah yang mendorong aktivis Muhammadiyah mengikhtiarkan berdirinya suatu universitas di “ibukota” Muhammadiyah, Yogyakarta. Niat mendirikan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) telah ada sejak lama. Prof. Dr. Kahar Muzakkir dalam berbagai kesempatan melemparkan gagasan perlu pendirian Universitas Muhammadiyah. Ketika Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Pengajaran meresmikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Yogyakarta pada 18 November 1960, secara eksplisit piagam pendirian mencantumkan FKIP sebagai bagian Universitas Muhammadiyah. Baru pada Bulan Maret 1981, melalui perjuangan keras para aktivis Muhammadiyah seperti Drs. Mustafa Kamal Pasha, Drs. M. Alfian Darmawan, Hoemam Zainal, SH, Brigjen. TNI (Purn) Drs. H. Bakri Syahid, K.H. Ahmad Azhar Basyir, M.A, Ir.H.M. Dasron Hamid, M.Sc, H.M. Daim Saleh, Dr. M. Amien Rais, M.A, H.Mh.Mawardi, Drs. H. Hasan Basri, Drs. H. Abdul Rosyad Sholeh, H. Zubeir Kohar, Ir. H. A. Basit Wahid serta didukung oleh Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah saat itu, K.H.A.R Fakhruddin dan Ketua Wilayah Muhammadiyah DIY, H.M. Muchlas Abror, secara resmi didirikanlah UMY yang kemudian berkembang saat ini. Setelah melewati masa sulit dan melelahkan, UMY kini telah memiliki tujuh fakultas, yaitu Fakultas Agama Islam, Fakultas Ekonomi, Fakultas Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Fakultas Kedokteran, Fakultas Pertanian, dan Fakultas Teknik. Peningkatan kualitas SDM pengelola mendapat prioritas utama dalam pengembangan UMY. Oleh karena itu, setiap tahun UMY mengirimkan sekitar 30 orang tenaga pengajar untuk mengikuti studi lanjut S2 dan S3, baik di dalam maupun luar negeri.


 Description: Sejarah UMY Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: Sejarah UMY


Shares News - 18.26
Read More Add your Comment 0 komentar


Sejarah Singkat Muhammadiyah



Sejarah Singkat Muhammadiyah



  Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) atau November (18  ) November 1912 M) merupakan momentum penting lahirnya Muhammadiyah. Itulah kelahiran sebuah gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, yang melakukan perintisan atau kepeloporan pemurnian sekaligus pembaruan Islam di negeri berpenduduk terbesar muslim di dunia. Sebuah gerakan yang didirikan oleh seorang kyai alim, cerdas, dan berjiwa pembaru, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis dari kota santri Kauman Yogyakarta.

Kata ”Muhammadiyah” secara bahasa berarti ”pengikut Nabi Muhammad”. Penggunaan kata ”Muhammadiyah” dimaksudkan untuk menisbahkan (menghubungkan) dengan ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad. Penisbahan nama tersebut menurut H. Djarnawi Hadikusuma mengandung pengertian sebagai berikut: ”Dengan nama itu dia bermaksud untuk menjelaskan bahwa pendukung organisasi itu ialah umat Muhammad, dan asasnya adalah ajaran Nabi Muhammad saw, yaitu Islam. Dan tujuannya ialah memahami dan melaksanakan agama Islam sebagai yang memang ajaran yang serta dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, agar supaya dapat menjalani kehidupan dunia sepanjang kemauan agama Islam. Dengan demikian ajaran Islam yang suci dan benar itu dapat memberi nafas bagi kemajuan umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya.”

Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada awal berdirinya tidak lepas dan merupakan menifestasi dari gagasan pemikiran dan amal perjuangan Kyai Haji Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis) yang menjadi pendirinya. Setelah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan bermukim yang kedua kalinya pada tahun 1903, Kyai Dahlan mulai menyemaikan benih pembaruan di Tanah Air. Gagasan pembaruan itu diperoleh Kyai Dahlan setelah berguru kepada ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang; juga setelah membaca pemikiran-pemikiran para pembaru Islam seperti Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dengan modal kecerdasan dirinya serta interaksi selama bermukim di Ssudi Arabia dan bacaan atas karya-karya para pembaru pemikiran Islam itu telah menanamkan benih ide-ide pembaruan dalam diri Kyai Dahlan. Jadi sekembalinya dari Arab Saudi, Kyai Dahlan justru membawa ide dan gerakan pembaruan, bukan malah menjadi konservatif.

Embrio kelahiran Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi untuk mengaktualisasikan gagasan-gagasannya merupakan hasil interaksi Kyai Dahlan dengan kawan-kawan dari Boedi Oetomo yang tertarik dengan masalah agama yang diajarkan Kyai Dahlan, yakni R. Budihardjo dan R. Sosrosugondo. Gagasan itu juga merupakan saran dari salah seorang siswa Kyai Dahlan di Kweekscholl Jetis di mana Kyai mengajar agama pada sekolah tersebut secara ekstrakulikuler, yang sering datang ke rumah Kyai dan menyarankan agar kegiatan pendidikan yang dirintis Kyai Dahlan tidak diurus oleh Kyai sendiri tetapi oleh suatu organisasi agar terdapat kesinambungan setelah Kyai wafat. Dalam catatan Adaby Darban, ahli sejarah dari UGM kelahiran Kauman, nama ”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui shalat istikharah (Darban, 2000: 34). Artinya, pilihan untuk mendirikan Muhammadiyah memiliki dimensi spiritualitas yang tinggi sebagaimana tradisi kyai atau dunia pesantren.

Gagasan untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah tersebut selain untuk mengaktualisasikan pikiran-pikiran pembaruan Kyai Dahlan, menurut Adaby Darban (2000: 13) secara praktis-organisatoris untuk mewadahi dan memayungi sekolah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah, yang didirikannya pada 1 Desember 1911. Sekolah tersebut merupakan rintisan lanjutan dari ”sekolah” (kegiatan Kyai Dahlan dalam menjelaskan ajaran Islam) yang dikembangkan Kyai Dahlan secara informal dalam memberikan pelajaran yang mengandung ilmu agama Islam dan pengetahuan umum di beranda rumahnya. Dalam tulisan Djarnawi Hadikusuma yang didirikan pada tahun 1911 di kampung Kauman Yogyakarta tersebut, merupakan ”Sekolah Muhammadiyah”, yakni sebuah sekolah agama, yang tidak diselenggarakan di surau seperti pada umumnya kegiatan umat Islam waktu itu, tetapi bertempat di dalam sebuah gedung milik ayah Kyai Dahlan, dengan menggunakan meja dan papan tulis, yang mengajarkan agama dengan dengan cara baru, juga diajarkan ilmu-ilmu umum.

Maka pada tanggal 18 November 1912 Miladiyah bertepatan dengan 8 Dzulhijah 1330 Hijriyah di Yogyakarta akhirnya didirikanlah sebuah organisasi yang bernama ”MUHAMMADIYAH”. Organisasi baru ini diajukan pengesahannya pada tanggal 20 Desember 1912 dengan mengirim ”Statuten Muhammadiyah” (Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912), yang kemudian baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914. Dalam ”Statuten Muhammadiyah” yang pertama itu, tanggal resmi yang diajukan ialah tanggal Miladiyah yaitu 18 November 1912, tidak mencantumkan tanggal Hijriyah. Dalam artikel 1 dinyatakan, ”Perhimpunan itu ditentukan buat 29 tahun lamanya, mulai 18 November 1912. Namanya ”Muhammadiyah” dan tempatnya di Yogyakarta”. Sedangkan maksudnya (Artikel 2), ialah: a. menyebarkan pengajaran Igama Kangjeng Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi Wassalam kepada penduduk Bumiputra di dalam residensi Yogyakarta, dan b. memajukan hal Igama kepada anggauta-anggautanya.”

Terdapat hal menarik, bahwa kata ”memajukan” (dan sejak tahun 1914 ditambah dengan kata ”menggembirakan”) dalam pasal maksud dan tujuan Muhammadiyah merupakan kata-kunci yang selalu dicantumkan dalam ”Statuten Muhammadiyah” pada periode Kyai Dahlan hingga tahun 1946 (yakni: Statuten Muhammadiyah Tahun 1912, Tahun 1914, Tahun 1921, Tahun 1931, Tahun 1931, dan Tahun 1941). Sebutlah Statuten tahun 1914: Maksud Persyarikatan ini yaitu:


  1. Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran Igama di Hindia Nederland,

  2. dan Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang kemauan agama Islam kepada lid-lidnya.


Dalam pandangan Djarnawi Hadikusuma, kata-kata yang sederhana tersebut mengandung arti yang sangat dalam dan luas. Yaitu, ketika umat Islam sedang dalam kelemahan dan kemunduran akibat tidak mengerti kepada ajaran Islam yang sesungguhnya, maka Muhammadiyah mengungkap dan mengetengahkan ajaran Islam yang murni itu serta menganjurkan kepada umat Islam pada umumnya untuk mempelajarinya, dan kepada para ulama untuk mengajarkannya, dalam suasana yang maju dan menggembirakan.

Pada AD Tahun 1946 itulah pencantuman tanggal Hijriyah (8 Dzulhijjah 1330) mulai diperkenalkan. Perubahan penting juga terdapat pada AD Muhammadiyah tahun 1959, yakni dengan untuk pertama kalinya Muhammadiyah mencantumkan ”Asas Islam” dalam pasal 2 Bab II., dengan kalimat, ”Persyarikatan berasaskan Islam”. Jika didaftar, maka hingga tahun 2005 setelah Muktamar ke-45 di Malang, telah tersusun 15 kali Statuten/Anggaran Dasar Muhammadiyah, yakni berturut-turut tahun 1912, 1914, 1921, 1934, 1941, 1943, 1946, 1950 (dua kali pengesahan), 1959, 1966, 1968, 1985, 2000, dan 2005. Asas Islam pernah dihilangkan dan formulasi tujuan Muhammadiyah juga mengalami perubahan pada tahun 1985 karena paksaan dari Pemerintah Orde Baru dengan keluarnya UU Keormasan tahun 1985. Asas Islam diganti dengan asas Pancasila, dan tujuan Muhammadiyah berubah menjadi ”Maksud dan tujuan Persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah Subhanahu wata’ala”. Asas Islam dan tujuan dikembalikan lagi ke ”masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” dalam AD Muhammadiyah hasil Muktamar ke-44 tahun 2000 di Jakarta.

Kelahiran Muhammadiyah sebagaimana digambarkan itu melekat dengan sikap, pemikiran, dan langkah Kyai Dahlan sebagai pendirinya, yang mampu memadukan paham Islam yang ingin kembali pada Al-Quran dan Sunnah Nabi dengan orientasi tajdid yang membuka pintu ijtihad untuk kemajuan, sehingga memberi karakter yang khas dari kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah di kemudian hari. Kyai Dahlan, sebagaimana para pembaru Islam lainnya, tetapi dengan tipikal yang khas, memiliki cita-cita membebaskan umat Islam dari keterbelakangan dan membangun kehidupan yang berkemajuan melalui tajdid (pembaruan) yang meliputi aspek-aspek tauhid (‘aqidah), ibadah, mu’amalah, dan pemahaman terhadap ajaran Islam dan kehidupan umat Islam, dengan mengembalikan kepada sumbernya yang aseli yakni Al-Quran dan Sunnah Nabi yang Shakhih, dengan membuka ijtihad.

Mengenai langkah pembaruan Kyai Dahlan, yang merintis lahirnya Muhammadiyah di Kampung Kauman, Adaby Darban (2000: 31) menyimpulkan hasil temuan penelitiannya sebagai berikut:”Dalam bidang tauhid, K.H A. Dahlan ingin membersihkan aqidah Islam dari segala macam syirik, dalam bidang ibadah, membersihkan cara-cara ibadah dari bid’ah, dalam bidang mumalah, membersihkan kepercayaan dari khurafat, serta dalam bidang pemahaman terhadap ajaran Islam, ia merombak taklid untuk kemudian memberikan kebebasan dalam ber-ijtihad.”.

Adapun langkah pembaruan yang bersifat ”reformasi” ialah dalam merintis pendidikan ”modern” yang memadukan pelajaran agama dan umum. Menurut Kuntowijoyo, gagasan pendidikan yang dipelopori Kyai Dahlan, merupakan pembaruan karena mampu mengintegrasikan aspek ”iman” dan ”kemajuan”, sehingga dihasilkan sosok generasi muslim terpelajar yang mampu hidup di zaman modern tanpa terpecah kepribadiannya (Kuntowijoyo, 1985: 36). Lembaga pendidikan Islam ”modern” bahkan menjadi ciri utama kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah, yang membedakannya dari lembaga pondok pesantren kala itu. Pendidikan Islam “modern” itulah yang di belakang hari diadopsi dan menjadi lembaga pendidikan umat Islam secara umum.

Langkah ini pada masa lalu merupakan gerak pembaruan yang sukses, yang mampu melahirkan generasi terpelajar Muslim, yang jika diukur dengan keberhasilan umat Islam saat ini tentu saja akan lain, karena konteksnya berbeda.

Pembaruan Islam yang cukup orisinal dari Kyai Dahlan dapat dirujuk pada pemahaman dan pengamalan Surat Al-Ma’un. Gagasan dan pelajaran tentang Surat Al-Maun, merupakan contoh lain yang paling monumental dari pembaruan yang berorientasi pada amal sosial-kesejahteraan, yang kemudian melahirkan lembaga Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKU). Langkah momumental ini dalam wacana Islam kontemporer disebut dengan ”teologi transformatif”, karena Islam tidak sekadar menjadi seperangkat ajaran ritual-ibadah dan ”hablu min Allah” (hubungan dengan Allah) semata, tetapi justru peduli dan terlibat dalam memecahkan masalah-masalah konkret yang dihadapi manusia. Inilah ”teologi amal” yang tipikal (khas) dari Kyai Dahlan dan awal kehadiran Muhammadiyah, sebagai bentuk dari gagasan dan amal pembaruan lainnya di negeri ini.

Kyai Dahlan juga peduli dalam memblok umat Islam agar tidak menjadi korban misi Zending Kristen, tetapi dengan cara yang cerdas dan elegan. Kyai mengajak diskusi dan debat secara langsung dan terbuka dengan sejumlah pendeta di sekitar Yogyakarta. Dengan pemahaman adanya kemiripan selain perbedaan antara Al-Quran sebagai Kutab Suci umat Islam dengan kitab-kitab suci sebelumnya, Kyai Dahlan menganjurkan atau mendorong ”umat Islam untuk mengkaji semua agama secara rasional untuk menemukan kebenaran yang inheren dalam ajaran-ajarannya”, sehingga Kyai pendiri Muhammadiyah ini misalnya beranggapan bahwadiskusi-diskusi tentang Kristen boleh dilakukan di masjid (Jainuri, 2002: 78) .

Kepeloporan pembaruan Kyai Dahlan yang menjadi tonggak berdirinya Muhammadiyah juga ditunjukkan dengan merintis gerakan perempuan ‘Aisyiyah tahun 1917, yang ide dasarnya dari pandangan Kyai agar perempuan muslim tidak hanya berada di dalam rumah, tetapi harus giat di masyarakat dan secara khusus menanamkan ajaran Islam serta memajukan kehidupan kaum perempuan. Langkah pembaruan ini yang membedakan Kyai Dahlan dari pembaru Islam lain, yang tidak dilakukan oleh Afghani, Abduh, Ahmad Khan, dan lain-lain (mukti Ali, 2000: 349-353). Perintisan ini menunjukkan sikap dan visi Islam yang luas dari Kyai Dahlan mengenai posisi dan peran perempuan, yang lahir dari pemahamannya yang cerdas dan bersemangat tajdid, padahal Kyai dari Kauman ini tidak bersentuhan dengan ide atau gerakan ”feminisme” seperti berkembang sekarang ini. Artinya, betapa majunya pemikiran Kyai Dahlan yang kemudian melahirkan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam murni yang berkemajuan.

Kyai Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya, menurut Djarnawi Hadikusuma (t.t: 69) telah menampilkan Islam sebagai ”sistem kehidupan mansia dalam segala seginya”. Artinya, secara Muhammadiyah bukan hanya memandang ajaran Islam sebagai aqidah dan ibadah semata, tetapi merupakan suatu keseluruhan yang menyangut akhlak dan mu’amalat dunyawiyah. Selain itu, aspek aqidah dan ibadah pun harus teraktualisasi dalam akhlak dan mu’amalah, sehingga Islam benar-benar mewujud dalam kenyataan hidup para pemeluknya. Karena itu, Muhammadiyah memulai gerakannya dengan meluruskan dan memperluas paham Islam untuk diamalkan dalam sistem kehidupan yang nyata.

Kyai Dahlan dalam mengajarkan Islam sungguh sangat mendalam, luas, kritis, dan cerdas. Menurut Kyai Dahlan, orang Islam itu harus mencari kebenaran yang sejati, berpikir mana yang benar dan yang salah, tidak taklid dan fanatik buta dalam kebenaran sendiri, menimbang-nimbang dan menggunakan akal pikirannya tentang hakikat kehiduupan, dan mau berpikir teoritik dan sekaligus beripiki praktik (K.R. H. Hadjid, 2005). Kyai Dahlan tidak ingin umat Islam taklid dalam beragama, juga tertinggal dalam kemajuan hidup. Karena itu memahami Islam haruslah sampai ke akarnya, ke hal-hal yang sejati atau hakiki dengan mengerahkan seluruh kekuatan akal piran dan ijtihad.

Dalam memahami Al-Quran, dengan kasus mengajarkan Surat Al-Ma’un, Kyai Dahlan mendidik untuk mempelajari ayat Al-Qur’an satu persatu ayat, dua atau tiga ayat, kemudian dibaca dan simak dengan tartil serta tadabbur (dipikirkan): ”bagaimanakah artinya? bagaimanakah tafsir keterangannya? bagaimana maksudnya? apakah ini larangan dan apakah kamu sudah meninggalkan larangan ini? apakah ini perintah yang wajib dikerjakan? sudahkah kita menjalankannya?” (Ibid: 65). Menurut penuturan Mukti Ali, bahwa model pemahaman yang demikian dikembangkan pula belakangan oleh KH.Mas Mansur, tokoh Muhammadiyah yang dikenal luas dan mendalam ilmu agamanya, lulusan Al-Azhar Cairo, cerdas pemikirannya sekaligus luas pandangannya dalam berbagai masalah kehidupan.

Kelahiran Muhammadiyah dengan gagasan-gagasan cerdas dan pembaruan dari pendirinya, Kyai Haji Ahmad Dahlan, didorong oleh dan atas pergumulannya dalam menghadapi kenyataan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia kala itu, yang juga menjadi tantangan untuk dihadapi dan dipecahkan. Adapun faktor-faktor yang menjadi pendorong lahirnya Muhammadiyah ialah antara lain:


  1. Umat Islam tidak memegang teguh tuntunan Al-Quran dan Sunnah Nabi, sehingga menyebabkan merajalelanya syirik, bid’ah, dan khurafat, yang mengakibatkan umat Islam tidak merupakan golongan yang terhormat dalam masyarakat, demikian pula agama Islam tidak memancarkan sinar kemurniannya lagi;

  2. Ketiadaan persatuan dan kesatuan di antara umat Islam, akibat dari tidak tegaknya ukhuwah Islamiyah serta ketiadaan suatu organisasi yang kuat;

  3. Kegagalan dari sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam memprodusir kader-kader Islam, karena tidak lagi dapat memenuhi tuntutan zaman;

  4. Umat Islam kebanyakan hidup dalam alam fanatisme yang sempit, bertaklid buta serta berpikir secara dogmatis, berada dalam konservatisme, formalisme, dan tradisionalisme;

  5. dan Karena keinsyafan akan bahaya yang mengancam kehidupan dan pengaruh agama Islam, serta berhubung dengan kegiatan misi dan zending Kristen di Indonesia yang semakin menanamkan pengaruhnya di kalangan rakyat


(Junus Salam, 1968: 33).

Karena itu, jika disimpulkan, bahwa berdirinya Muhammadiyah adalah karena alasan-alasan dan tujuan-tujuan sebagai berikut: (1) Membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam; (2) Reformulasi doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern; (3) Reformulasi ajaran dan pendidikan Islam; dan (4) Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan luar (H.A. Mukti Ali, dalam Sujarwanto & Haedar Nashir, 1990: 332).

Kendati menurut sementara pihak Kyai Dahlan tidak melahirkan gagasan-gagasan pembaruan yang tertulis lengkap dan tajdid Muhammadiyah bersifat ”ad-hoc”, namun penilaian yang terlampau akademik tersebut tidak harus mengabaikan gagasan-gagasan cerdas dan kepeloporan Kyai Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya, yang untuk ukuran kala itu dalam konteks amannya sungguh merupakan suatu pembaruan yang momunemntal. Ukuran saat ini tentu tidak dapat dijadikan standar dengan gerak kepeloporan masa lalu dan hal yang mahal dalam gerakan pembaruan justru pada inisiatif kepeloporannya.

Kyai Dahlan dengn Muhammadiyah yang didirikannya terpanggil untuk mengubah keadaan dengan melakukan gerakan pembaruan. Untuk memberikan gambaran lebih lengkap mengenai latarbelakang dan dampak dari kelahiran gerakan Muhammadiyah di Indonesia, berikut pandangan James Peacock (1986: 26), seorang antropolog dari Amerika Serikat yang merintis penelitian mengenai Muhammadiyah tahun 1970-an, bahwa: ”Dalam setengah abad sejak berkembangnya pembaharuan di Asia Tenggara, pergerakan itu tumbuh dengan cara yang berbeda di bermacam macam daerah. Hanya di Indonesia saja gerakan pembaharuan Muslimin itu menjadi kekuatan yang besar dan teratur. Pada permulaan abad ke-20 terdapat sejumlah pergerakan kecil kecil, pembaharuan di Indonesia bergabung menjadi beberapa gerakan kedaerahan dan sebuah pergerakan nasional yang tangguh, Muhammadiyah. Dengan beratus-ratus cabang di seluruh kepulauan dan berjuta-juta anggota yang tersebar di seluruh negeri, Muhammadiyah memang merupakan pergerakan Islam yang terkuat yang pernah ada di Asia Tenggara. Sebagai pergerakan yang memajukan ajaran Islam yang murni, Muhammadiyah juga telah memberikan sumbangan yang besar di bidang kemasyarakatan dan pendidikan. Klinik-klinik perawatan kesehatan, rumah-rumah piatu, panti asuhan, di samping beberapa ribu sekolah menjadikan Muhammadiyah sebagai lembaga non-Kristen dalam bidang kemasyarakatan, pendidikan dan keagamaan swasta yang utama di Indonesia. ‘Aisyiah, organisasi wanitanya, mungkin merupakan pergerakan wanita Islam yang terbesar di dunia. Pendek kata Muhammadiyah merupakan suatu organisasi yang utama dan terkuat di negara terbesar kelima di dunia.”

Kelahiran Muhammadiyah secara teologis memang melekat dan memiliki inspirasi pada Islam yang bersifat tajdid, namun secara sosiologis sekaligus memiliki konteks dengan keadaan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia yang berada dalam keterbelakangan. Kyai Dahlan melalui Muhammadiyah sungguh telah memelopori kehadiran Islam yang otentik (murni) dan berorientasi pada kemajuan dalam pembaruannya, yang mengarahkan hidup umat Islam untuk beragama secara benar dan melahirkan rahmat bagi kehidupan. Islam tidak hanya ditampilkan secara otentik dengan jalan kembali kepada sumber ajaran yang aseli yakni Al-Qur‘an dan Sunnah Nabi yang sahih, tetapi juga menjadi kekuatan untuk mengubah kehidupan manusia dari serba ketertinggalan menuju pada dunia kemajuan.

Fenomena baru yang juga tampak menonjol dari kehadiran Muhammadiyah ialah, bahwa gerakan Islam yang murni dan berkemajuan itu dihadirkan bukan lewat jalur perorangan, tetapi melalui sebuah sistem organisasi. Menghadirkan gerakan Islam melalui organisasi merupakan terobosan waktu itu, ketika umat Islam masih dibingkai oleh kultur tradisional yang lebih mengandalkan kelompok-kelompok lokal seperti lembaga pesantren dengan peran kyai yang sangat dominan selaku pemimpin informal. Organisasi jelas merupakan fenomena modern abad ke-20, yang secara cerdas dan adaptif telah diambil oleh Kyai Dahlan sebagai “washilah” (alat, instrumen) untuk mewujudkan cita-cita Islam.

Mem-format gerakan Islam melalui organisasi dalam konteks kelahiran Muhammadiyah, juga bukan semata-mata teknis tetapi juga didasarkan pada rujukan keagmaan yang selama ini melekat dalam alam pikiran para ulama mengenai qaidah “mâ lâ yatimm al-wâjib illâ bihi fa huwâ wâjib”, bahwa jika suatu urusan tidak akan sempurna manakala tanpa alat, maka alat itu menjadi wajib adanya. Lebih mendasar lagi, kelahiran Muhammadiyah sebagai gerakan Islam melalui sistem organisasi, juga memperoleh rujukan teologis sebagaimana tercermin dalam pemaknaan/penafsiran Surat Ali Imran ayat ke-104, yang memerintahkan adanya “sekelompok orang untuk mengajak kepada Islam, menyuruh pada yang ma‘ruf, dan mencegah dari yang munkar”. Ayat Al-Qur‘an tersebut di kemudian hari bahkan dikenal sebagai ”ayat” Muhammadiyah.

Muhammadiyah dengan inspirasi Al-Qur‘an Surat Ali Imran 104 tersebut ingin menghadirkan Islam bukan sekadar sebagai ajaran “transendensi” yang mengajak pada kesadaran iman dalam bingkai tauhid semata. Bukan sekadar Islam yang murni, tetapi tidak hirau terhadap kehidup. Apalagi Islam yang murni itu sekadar dipahami secara parsial. Namun, lebih jauh lagi Islam ditampilkan sebagai kekuatan dinamis untuk transformasi sosial dalam dunia nyata kemanusiaan melalui gerakan “humanisasi” (mengajak pada serba kebaikan) dan “emanisipasi” atau “liberasi” (pembebasan dari segala kemunkaran), sehingga Islam diaktualisasikan sebagai agama Langit yang Membumi, yang menandai terbitnya fajar baru Reformisme atau Modernisme Islam di Indonesia.
Description: Sejarah Singkat Muhammadiyah Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: Sejarah Singkat Muhammadiyah


Shares News - 18.16
Read More Add your Comment 0 komentar


MEMBENTENGI JAMAAH SECARA EFEKTIF



MEMBENTENGI JAMAAH SECARA EFEKTIF

Salah satu tugas penting dan strategis dari takmir masjid, mushola dan suara muhammadiyah adalah membentengi jamaahnya. Ini makna penting dari hadir dan fungsinya takmir. Membina jamaah, salah satu artinya adalah dengan membentengi jamaah. lebih- lebih sekarang ini, ketika jaman berubah dan bermunculan aneka macam paham keagamaan dan paham politik yang menawarkan diri dimasyarakat, dan lebih sering membingungkan masyarakat ketimbang membuat masyarakat tentram.


Lantas dengan apa takmir membentengi jamaahnya? Adakah cra yang efektif untuk membentengi jamaahnya? Tentu saja ada, dan banyak alternatifnya. Misalnya membentengi jamaah dengan caia (1) Menigkatkan kemakmuran atau kesejahteraan jamaah, (2) Menigkatkan rasa aman dan tenteram jamaah,(3) Membangkitkan optimisme jamaah, (4) Memberikan ketrampilan teknis dalam beribadah, ( 5 ) Memberikan ketrampilan berkomunikasi dengan jamaahnya, (6) memberikan pengalaman asyiknya mempratikkan islam berkemajuan sebagaimana dikampanyekan muhammadiyah sejak KHA Dahlan, ( 7 ) Meningkatkan kepekaan dan kewaspadaan jammah agar tidak mudah dihasut, diadu dombadan dibakar emosinya, ( 8 ) Mmembentengi jammah dengan ilmu dan wawasan yang memadai.


Delapan benteng utama itu dapat dibangun dan dilaksanakan secara bertahap atau bergantian, tetapi juga dapat dibangun dengan serentak atau simultan lewat aneka kegiatan yang bersinergi dan terintegrasi denga baik. Sebab pada dasarnya, orang atau jamaah itu mau datang kemasjid itu sudah siap dibina. Kalau takmir masjid memiliki agenda lengkap, terstruktur dan berkesinambungan untuk membentengi jamaah, maka akan sangat senang sekali. Pertama, Mereka memang dibuat makmur dan sejahtera dulu. Perut yang kenyang sulit dipengaruhi orang luar atau paham luar. Rasa aman dan tentram juga perlu dihadirkan terus menerus. Kalau jamaah sudah merasa aman dan tenteram dengan hadir dimasjid, mereka tidak akan mencari pelarian diluar masjid. ini sudah jelas dan nyata.

Description: MEMBENTENGI JAMAAH SECARA EFEKTIF Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: MEMBENTENGI JAMAAH SECARA EFEKTIF


Shares News - 20.22
Read More Add your Comment 0 komentar


HUBUNGAN ANTARA MASALAH IMAN DAN PERADABAN



HUBUNGAN ANTARA MASALAH IMAN DAN PERADABAN


Pada bulan juni 1936, M Natsir, seorang tokoh muda islam hasil pendidikan islam Persis, bandung, yang akhirnya ditetapkan sebagai pahlawan Nasional Indonesia, menulis sebuah artikel yang dimuat dalam majalah Pedoman masyarakat dengan judul " Islam dan kebudayyan". Dalam artikel tersebut, M Natsir memulainya dengan mengutip tulisan seorang orientalis { Sarjana yang ahli masalah-masalah ketimuran ), Sir Hamilton Alexander Hoskeen Gibb dalam ketreranganya yang berjudul Whither Islam Sebagai berikut; " Islam is Indeed much more than, a system of theology, it is a complete civilisation," ( Capita Selecta, ( 1954 }, 3}. Pernyataan jujur HAR Gibb ini menunjukkan dengan Jelas bahwa islam bukanlah sebagaimana disangkakan orang bahwa islam hanyalah sekedar sistem ilimu ketuhanan saja melainkan islam adalah sebuah bangunan peradaban yang komplit [ lengkap].


Dalam sejarahnya, kalau kita telusuri secara cermat, umat islam yang dipenuhi rasa keimanan yang mendalam memang telah berhasil mematahkan sebuah mozaik peradaban dalam bingkai besar peradaban umat manusia. kalau mau jujur peradaban barat dewasa ini, memang kita telah tahu sangat mempengaruhi peradaban dunia sampai permulaan abad 21 ini, pada hakikatnya adalah keturusan dari peradaban islam yang telah mendahuluinya. lalu orong bertanya , bagaimana seharusnya umat beriman yang memeluk agama islam pada abad ini dan seterusnya dalam kontekspembentukan peradaban berikutnya?


Pada hakekatnya, kebudayyan adalah " Proses" [ Produk]. Artinya, dalam apa yang disebut ' Kebudayaan " masih terjadi proses - proses pembentukan yang bisa terjadi pasang surut, silah berganti, sampai menemukan pola umum  yang relatif mapan inilah yang disebut " peradaban " [ Civilisation ]. Pasang surut dan silih bergantinya kebudayyan tersebut sebagai konsekuensi dari proses - proses kreatif manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan pemuasan idialisme yang ingin di expresikannya atau ditampilkannya secara nyata. Disamping itu disebabkan pula kecemderungan keinginan terus belajar dan saling memmengaruhi antara satu dengan lainnya.

Description: HUBUNGAN ANTARA MASALAH IMAN DAN PERADABAN Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: HUBUNGAN ANTARA MASALAH IMAN DAN PERADABAN


Shares News - 21.14
Read More Add your Comment 0 komentar